Perjalanan ke India bulan Oktober Tahun 2010.
Bulan Oktober sangat cocok bepergian ke India karena musim moonson (hujan yang sering mengakibatkan banjir) sudah berlalu. Cuaca sangat mendukung bagi pengunjung dari negri tropis.
Travelling ke India ? tak pernah terpikirkan, keinginan biasanya ingin pergi ke negara-negara maju seperti Eropa yang komplit dengan kemajuan teknologi, seni dan budaya tua yang sangat indah. Tapi berhubung “virus” AirAsia dengan promo penerbangan yang murah sudah menginfeksi…. sekalian ambil kesempatan ini menjelajah negrinya Amir Khan & Rani Mukherji yang cakep 🙂
Rute Perjalanan : Medan – Kuala Lumpur – Kolkata – Varanasi – Agra – New Delhi – Kuala Lumpur – Medan
Jadwal perjalanan : 17 – 26 Oktober 2010
Persiapan :
- Tiket Pesawat pp
- Bookingan Hotel/penginapan
Booking di http://www.hostelworld.com dan http://www.hostelbookers.com - Paspor + Visa
Visa kami urus di konsulat India di Medan. Pagi hari berkas masuk, sorenya visa sudah keluar sekalian pembayaran. Syarat-syarat urus visa ada di web kedutaan India http://indianembassyjakarta.com/visa_types.html seperti : Tiket pp, fotocopy tabungan, bookingan penginapan, pas photo, fotocopy KTP dan Fotocopy kartu keluarga. Dua syarat terakhir ini tidak ada disebutkan di web tapi petugas di konsulat minta data tersebut - Uang Rupee sulit ditemukan di Indonesia, lebih baik bawa mata uang asing seperti US$, ditukar di bandara kuala lumpur atau India secukupnya untuk bayar taxi/transportasi, selebihnya bisa tukar di money changer di kota atau tarik di ATM.
- Baju dan keperluan lain-lain
KOLKATA
Pesawat AirAsia mendarat di Netaji Subhash Chandra Bose International Airport, Kolkata jam 18.00 akibat delay dari KL setelah menempuh perjalanan selama 3 jam 50 menit. Bandaranya tidak terlalu besar, setelah urusan imigrasi selesai langsung menuju taxi kuning yang sudah ada di depan pintu keluar bandara. Taxi India sangat unik, model lama, bodi kecil dan tidak ber AC tapi yang penting sangat murah. Perjalanan dari bandara Kolkata ke kota tempat penginapan dengan durasi hampir 1 jam hanya Rs 200 atau sekitar Rp 40.000 (Kurs Rs 1 = Rp 200).
Tempat penginapan di Sunflower Guesthouse selama di Kolkata. Guesthouse ini bersih dan nyaman lengkap dengan AC dan TV yang semua channel isinya berita seputar India, sinetron India dan gosip selebiriti bollywood.
Sewaktu sampai di Kolkata adalah hari terakhir festival Dewi Durga (dewi yang banyak lengannya), perayaan ini khusus dirayakan oleh orang Bengal. Rani Mukherji adalah orang Bengal jadi dia termasuk ikut mudik untuk perayaan ini. Biasanya boneka-boneka (ogoh-ogoh) dewi Durga akan dilarung ke sungai.
Esok harinya perjalanan di Kolkata dimulai. Jalanan di kolkata tidaklah sesibuk yang dibayangkan. Trotoar sangat lebar, ini juga yang bikin orang India termasuk kami senang berjalan kaki disana, hal yang sangat sulit dilakukan di Medan atau Indonesia. Kami sempat bertanya-tanya orang India yang hampir 1 milyar pada kemana ? Sistem transportasi di sana ternyata sangat bagus dan lengkap dan hampir ada ke semua jurusan (bus besar dan kereta api merk Tata produksi dalam negri), mobil pribadi jarang dan yang ada umunya buatan Tata, pemerintah India benar-benar menyediakan sarana yang lengkap bagi warganya dengan harga yang sangat terjangkau. Komuter adalah hal yang umum di sana. Dan bukan hanya bus, bajaj dan kereta api ternyata tram juga ada di Kolkata. Yang tidak nyaman (mungkin hal yang umum di kebanyakan di negara berkembang) yang punya mobil atau kendaraan sepertinya lebih merajai jalanan, sibuk klakson supaya orang minggir 😦
Tempat yang pertama yang kami kunjungi Victoria Memorial Park.
Masuk dengan membeli tiket. Harga tiket masuk orang asing berbeda dengan harga tiket untuk lokal (lebih dari 10x lipat)
Esok harinya ke tempat yang sangat dikenal dunia jika mendengar nama Kolkata yaitu Missionaries of Charity Mother Theresa. Tempatnya sederhana agak masuk gang. Masuk tidak bayar alias gratis. Hanya
diperbolehkan masuk ke ruangan Mother Theresa’s Tomb dan ruangan tentang perjalanan hidup Mother Theresa dan pelayanannya di Kolkata, sedangkan kamar Mother Theresa yang kecil dan sederhana ditutup dengan pintu besi tapi bisa dilihat dari luar.
Selama disana selain berjalan kaki biasanya kami naik taxi dengan terlebih dulu menanyakan harga pada sang supir. Soal makanan umumnya restoran menyediakan Nasi Briyani, Tika Ayam atau daging kambing, roti, kari dan makanan vegetarian dan tak lupa minuman khas India Chai – teh susu dan Lassi – sejenis youghurt buatan sendiri. Hanya satu aja yang kami nggak tahan, sanitasi disana sepertinya bermasalah, lebih baik cari toilet sewaktu makan di restoran atau pulang ke penginapan dulu. Toko buku yang terkenal Oxford Book Strore bisa ditemui baik di Kolkata maupun Delhi. Buku yang dijual berbahasa Inggris, kalau yang cetakan India biasanya lebih murah.
Tidak seperti Indonesia dimana-mana ada mall, di Kolkata kami hanya menemukan satu saja bahkan di New Delhi tidak bisa kami temukan. Di India untuk membeli segala sesuatu ada di pasar, mau beli bumbu makanan, teh (yang ini jadi oleh-oleh), kosmetik, baju hingga toko Levis ada di pasar mereka sepertinya pemerintahnya masih memprotek usaha-usaha kerakyatan. Tidak ada Circle-K atau Indomart yang ada hanya kios-kios kecil.
VARANASI
Sebelum berangkat ke India sudah booking/beli tiket Kereta api dari web http://www.
cleartrip.com/trains/ , untuk tiket Kolkata-Varanasi yang kami beli status tiket masih waiting list dan akan muncul chart-nya 2 jam sebelum keberangkatan kereta api. Seandainya tiket tersebut kita batalkan, cancellation fee nya sangat kecil.Dua (2) jam sebelum jadwal keberangkatan kereta kami cek via sms dan balasan sms isinya nomor kursi/tempat tidur tiket (perjalanan malam hari 13 jam 45 menit naik Doon Express) dan table ini ditempel juga di papan jadwal dekat jalur kereta tersebut.
Suasana dalam kereta,
Tiba di Varanasi Jam 10.20 pagi dan dan dijemput oleh pihak penginapan Ganpati Guesthouse karena perjalanan berikutnya menuju penginapan harus lewat gang sempit yang kemudian membuat kami shock melihat kondisi di sekitar gang. Gangnya sendiri becek bercampur dengan kotoran terutama sapi dan air seni. Penginapan letaknya di tepi sungai Gangga. Makan siang di guesthouse, jalan-jalan sebentar dan malam harinya ada upacara di tepi sungai gangga.
Besok pagi hari jam 6.00 menyusuri sungai gangga dengan perahu yang sudah disewa. Setiap pagi selalu ada ritual mandi. Sungai gangga warnanya keruh, kotor atau tidak bagi penganut hindu India sungai Gangga itu suci. Aktifitas seperti mandi, cuci baju, mandikan sapi adalah hal yang biasa dilakukan di sungan Gangga.
Pembakaran jenazah juga dilakukan di tepi sungai, sewaktu kami lewat sedang ada pembakaran jenazah, tidak diperkenankan memotret kegiatan ini.